Assalamu’alaikum Warahmatullahi
Wabarakatuh..
Bismillahir-Rahmaanir-Rahim..
Segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta'ala.. Barokah atau berkah selalu diinginkan oleh
setiap orang. Namun sebagian kalangan salah kaprah dalam memahami makna berkah
sehingga hal-hal keliru pun dilakukan untuk meraihnya. Coba kita saksikan
bagaimana sebagian orang ngalap berkah dari kotoran sapi. Ini suatu yang tidak
logis, namun nyata terjadi. Inilah barangkali karena salah paham dalam memahami
makna keberkahan dan cara meraihnya. Sudah sepatutnya kita bisa mendalami hal
ini.
Makna Barokah
Dalam bahasa Arab, barokah bermakna
tetapnya sesuatu, dan bisa juga bermakna bertambah atau berkembangnya
sesuatu.[1] Tabriik adalah mendoakan seseorang agar mendapatkan keberkahan.
Sedangkan tabarruk adalah istilah untuk meraup berkah atau “ngalap berkah”.
Adapun makna barokah dalam Al Qur’an dan As
Sunnah adalah langgengnya kebaikan, kadang pula bermakna bertambahnya kebaikan
dan bahkan bisa bermakna kedua-duanya[2]. Sebagaimana do’a keberkahan kepada
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sering kita baca saat tasyahud
mengandung dua makna di atas.
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan,
“Maksud dari ucapan do’a “keberkahan kepada Muhammad dan keluarga Muhammad karena
engkau telah memberi keberkahan kepada keluarga Ibrahim, do’a keberkahan ini
mengandung arti pemberian kebaikan karena apa yang telah diberi pada keluarga
Ibrahim. Maksud keberkahan tersebut adalah langgengnya kebaikan dan
berlipat-lipatnya atau bertambahnya kebaikan. Inilah hakikat barokah”.[3]
Seluruh Kebaikan Berasal dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala
Kadang kita salah paham. Yang kita
harap-harap adalah kebaikan dari orang lain, sampai-sampai hati pun bergantung
padanya. Mestinya kita tahu bahwa seluruh kebaikan dan keberkahan asalnya dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala..
قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
”Katakanlah: "Wahai Tuhan yang
mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki
dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan
orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di
tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala
sesuatu” (QS. Ali Imron: 26). Yang dimaksud ayat “di tangan Allah Subhanahu Wa Ta'ala segala
kebaikan” adalah segala kebaikan tersebut atas kuasa Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Tiada seorang pun
yang dapat mendatangkannya kecuali atas kuasa-Nya. Karena Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang Maha
Kuasa atas segala sesuatu. Demikian penjelasan dari Ath Thobari
rahimahullah.[4]
Dalam sebuah do’a istiftah yang diajarkan
oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam disebutkan,
وَالْخَيْرُ كُلُّهُ فِى يَدَيْكَ
“Seluruh kebaikan di tangan-Mu.” (HR.
Muslim no. 771)
Begitu juga dalam beberapa ayat lainnya
disebutkan bahwa nikmat (yang merupakan bagian dari kebaikan) itu juga berasal
dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Dan nikmat ini sungguh teramat banyak, sangat mustahil seseorang
menghitungnya. Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ
“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu,
Maka dari Allah-lah (datangnya)” (QS. An Nahl: 53).
قُلْ إِنَّ الْفَضْلَ بِيَدِ اللَّهِ
“Sesungguhnya karunia itu di tangan Allah”
(QS. Ali Imron: 73).
وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا
“Dan jika kamu menghitung nikmat Allah Subhanahu Wa Ta'ala,
tidaklah kamu dapat menghitungnya” (QS. Ibrahim: 34 dan An Nahl: 18).
Kita telah mengetahui bahwa setiap kebaikan
dan nikmat, itu berasal dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Inilah yang disebut dengan barokah. Maka
ini menunjukkan bahwa seluruh barokah, berkah atau keberkahan berasal dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala semata.[5]
Berbagai Keberkahan yang Halal
Setelah kita mengerti dengan penjelasan di
atas, maka untuk meraih barokah sudah dijelaskan oleh syari’at Islam yang mulia
ini. Sehingga jika seseorang mencari berkah namun di luar apa yang telah
dituntunkan oleh Islam, maka ia berarti telah menempuh jalan yang keliru.
Karena ingatlah sekali lagi bahwa datangnya barokah atau kebaikan hanyalah dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Perlu diketahui bahwa keberkahan yang halal
bisa ada dalam hal diniyah dan hal duniawiyah, atau salah satu dari keduanya.
Contoh yang mencakup keberkahan diniyah dan duniawiyah sekaligus adalah
keberkahan pada Al Qur’an Al Karim, Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
para sahabat radhiyallahu ‘anhum.
Keberkahan seperti ini juga terdapat pada majelis orang sholih,
keberkahan bulan Ramadhan, keberkahan makan sahur. Keberkahan pada hal diniyah
saja semisal pada tiga masjid yang mulia yaitu masjidil harom, masjid nabawi,
dan masjidil aqsho. Sedangkan keberkahan pada hal duniawiyah seperti keberkahan
pada air hujan, pada tumbuhnya berbagai tumbuhan, keberkahan pada susu dan
hewan ternak.[6]
Ada satu catatan yang perlu diperhatikan.
Keberkahan yang halal di atas kadang diketahui karena ada dalil tegas yang
menunjukkannya, kadang pula dilihat dari dampak, di sisi lain juga dilihat dari
kebaikan yang amat banyak yang diperoleh. Namun untuk keberkahan dalam hal
duniawiyah bisa diperoleh jika digunakan dalam ketaatan pada Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Jika digunakan
bukan pada ketaatan, itu bukanlah nikmat, namun hanyalah musibah.[7]
Contoh Ngalap Berkah yang Halal
Kami contohkan misalnya keberkahan orang
sholih, yaitu orang yang sholih secara lahir dan batin[8], selalu menunaikan
hak-hak Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Di antara keberkahan orang sholih adalah karena keistiqomahan
agamanya. Karena istiqomahnya ini, dia akan memperoleh keberkahan di dunia
yaitu tidak akan sesat dan keberkahan di akhirat yaitu tidak akan sengsara[9].
Allah Ta’ala berfirman,
فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَى
“Maka jika datang kepadamu petunjuk
daripada-Ku, lalu barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat
dan tidak akan celaka.” (QS. Thoha: 123).
Keberkahan orang sholih pun terdapat pada
usaha yang mereka lakukan. Mereka begitu giat menyebarkan ilmu agama di
tengah-tengah masyarakat sehingga banyak orang pun mendapat manfaat. Itulah
keberkahan yang dimaksudkan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut orang-orang
sholih yang berilmu sebagai pewaris para nabi.
إِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الأَنْبِيَاءِ
“Sesungguhnya para ulama adalah pewaris
para nabi”.[10]
Keberkahan juga bisa diperoleh jika
seseorang berlaku jujur dalam jual beli. Dari Hakim bin Hizam, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِى بَيْعِهِمَا وَإِنْ كَذَبَا وَكَتَمَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا
“Orang yang bertransaksi jual beli
masing-masing memilki hak khiyar (membatalkan atau melanjutkan transaksi)
selama keduanya belum berpisah. Jika keduanya jujur dan terbuka, maka keduanya
akan mendapatkan keberkahan dalam jual beli, tapi jika keduanya berdusta dan
tidak terbuka, maka keberkahan jual beli antara keduanya akan hilang”.[11]
Ketika seseorang mencari harta dengan tidak
diliputi rasa tamak, maka keberkahan pun akan mudah datang. Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah mengatakan pada Hakim bin Hizam,
يَا حَكِيمُ إِنَّ هَذَا الْمَالَ خَضِرَةٌ حُلْوَةٌ ، فَمَنْ أَخَذَهُ بِسَخَاوَةِ نَفْسٍ بُورِكَ لَهُ فِيهِ ، وَمَنْ أَخَذَهُ بِإِشْرَافِ نَفْسٍ لَمْ يُبَارَكْ لَهُ فِيهِ كَالَّذِى يَأْكُلُ وَلاَ يَشْبَعُ ، الْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى
“Wahai Hakim, sesungguhnya harta itu hijau
lagi manis. Barangsiapa yang mencarinya untuk kedermawanan dirinya (tidak tamak
dan tidak mengemis), maka harta itu akan memberkahinya. Namun barangsiapa yang
mencarinya untuk keserakahan, maka harta itu tidak akan memberkahinya, seperti
orang yang makan namun tidak kenyang. Tangan yang di atas lebih baik daripada
tangan yang di bawah”[12] Yang dimaksud dengan kedermawanan dirinya, jika
dilihat dari sisi orang yang mengambil harta berarti ia tidak mengambilnya dengan
tamak dan tidak meminta-minta. Sedangkan jika dilihat dari orang yang
memberikan harta, maksudnya adalah ia mengeluarkan harta tersebut dengan hati
yang lapang.[13]
Ibnu Baththol rahimahullah mengatakan,
“Qona’ah dan selalu merasa cukup dengan harta yang dicari akan senantiasa
mendatangkan keberkahan. Sedangkan mencari harta dengan ketamakan, maka seperti
itu tidak mendatangkan keberkahan dan keberkahan pun akan sirna.”[14]
Begitu pula keberkahan dapat diperoleh
dengan berpagi-pagi dalam mencari rizki. Dari sahabat Shokhr Al Ghomidiy, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اللَّهُمَّ بَارِكْ لأُمَّتِى فِى بُكُورِهَا
“Ya Allah, berkahilah umatku di waktu
paginya.”
Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengirim peleton pasukan, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirimnya pada
pagi hari. Sahabat Shokhr sendiri adalah seorang pedagang. Dia biasa membawa
barang dagangannya ketika pagi hari. Karena hal itu dia menjadi kaya dan banyak
harta.[15]
Ngalap Berkah yang Keliru
Ngalap berkah yang keliru di sini karena
tidak ada dasar pegangan dalil yang kuat di dalamnya. Di sini kami akan
contohkan beberapa hal yang termasuk ngalap berkah yang keliru.
Pertama: Tabarruk dengan Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam setelah beliau wafat.
Di antara yang terlarang adalah tabaruk
dengan kubur beliau. Bentuknya adalah seperti meminta do’a dan syafa’at dari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di sisi kubur beliau. Semisal
seseorang mengatakan, “Wahai Rasul, ampunilah aku” atau “Wahai rasul, berdo’alah
kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala agar mengampuniku dan menunjuki jalan yang lurus”. Perbuatan
semacam ini bahkan termasuk kesyirikan karena di dalamnya terdapat bentuk
permintaan yang hanya Allah Subhanahu Wa Ta'ala saja yang bisa mengabulkannya.[16]
Juga yang termasuk keliru adalah mendatangi
kubur Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas mengambil berkah dari kuburnya
dengan mencium atau mengusap-usap kubur tersebut. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
rahimahullah mengatakan, “Para ulama kaum muslimin sepakat bahwa barangsiapa
yang menziarahi kubur Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam atau menziarahi kubur
para nabi dan orang sholih lainnya, termasuk juga kubur para sahabat dan ahlul
bait, ia tidak dianjurkan sama sekali untuk mengusap-usap atau mencium kubur
tersebut.”[17] Imam Al Ghozali mengatakan, “Mengusap-usap dan mencium kuburan
adalah adat Nashrani dan Yahudi”.[18]
Kedua: Tabarruk dengan orang sholih setelah
wafatnya.
Jika terhadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam saja tidak diperkenankan tabarruk dengan kubur beliau dengan mencium
atau mengusap-usap kubur tersebut, maka lebih-lebih dengan kubur orang sholih,
kubur para wali, kubur kyai, kubur para habib atau kubur lainnya. Tidak
diperkenankan pula seseorang meminta dari orang sholih yang telah mati tersebut
dengan do’a “wahai pak kyai, sembuhkanlah penyakitku ini”, “wahai Habib,
mudahkanlah urusanku untuk terlepas dari lilitan hutang”, “wahai wali,
lancarkanlah bisnisku”. Permintaan seperti ini hanya boleh ditujukan pada Allah Subhanahu Wa Ta'ala karena hanya Allah yang bisa mengabulkan. Sehingga jika do’a semacam itu
ditujukan pada selain Allah Subhanahu Wa Ta'ala, berarti telah terjatuh pada kesyirikan.
Begitu pula yang keliru, jika tabarruk
tersebut adalah tawassul, yaitu meminta orang sholih yang sudah tiada untuk
berdo’a kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala agar mendo’akan dirinya.
Ketiga: Tabarruk dengan pohon, batu dan
benda lainnya.
Ngalap berkah dengan benda-benda semacam
ini, termasuk pula ngalap berkah dengan sesuatu yang tidak logis seperti dengan
kotoran sapi (Kebo Kyai Slamet), termasuk hal yang terlarang, suatu bid’ah yang
tercela dan sebab terjadinya kesyirikan.
Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan,
“Adapun pohon, bebatuan dan benda lainnya ... yang dinama dijadikan tabarruk
atau diagungkan dengan shalat di sisinya, atau semacam itu, maka semua itu
adalah perkara bid’ah yang mungkar dan perbuatan ahli jahiliyah serta sebab
timbulnya kesyirikan.”[19]
Perbuatan-perbuatan di atas adalah termasuk
perbuatan ghuluw terhadap orang sholih dan pada suatu benda. Sikap yang benar
untuk meraih keberkahan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah beliau
wafat adalah dengan ittiba’ atau mengikuti setiap tuntunan beliau, sedangkan
kepada orang sholih adalah dengan mengikuti ajaran kebaikan mereka dan mewarisi
setiap ilmu mereka yang sesuai dengan tuntunan Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan Rasul-Nya. Inilah
tabarruk yang benar.
Penutup
Dari penjelasan di atas, sebenarnya banyak
sekali jalan untuk meraih keberkahan atau ngalap berkah yang dibenarkan. Oleh
karena itu, sudah sepantasnya kita mencukupkan dengan hal itu saja tanpa
mencari berkah lewat jalan yang keliru, bid’ah atau bernilai kesyirikan.
Carilah keberkahan dengan beriman dengan bertakwa pada Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Allah Ta’ala
berfirman,
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آَمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri
beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari
langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami
siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al A’rof: 96)
Semoga Allah Subhanahu Wa Ta'ala senantiasa melimpahkan kita
berbagai keberkahan. Amin Yaa Mujibbas Saailin.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush
sholihaat.
Wallahu Waliyyut Taufiq.
Semoga kita dapat mengambil pengetahuan
yang bermanfaat dan bernilai ibadah..
Semoga tulisan ini dapat membuka pintu hati
kita yang telah lama terkunci..
Amin Ya Rabbal 'Alamin..
Wabillahi Taufik Wal Hidayah..
Wassalamu’alaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar